Praymuslim - Syaikh Ali Jaber, Demikian sapaan
akrab Syaikh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber, lahir di kota Madinah
Al-Munawarah pada tanggal 3 Shafar 1396 H, bertepatan dengan tanggal 3
Febuari 1976 M. Ia menjalani pendidikan, baik formal maupun informal, di
Madinah.
Tahun 1410 H/1989 M, ia tamat ibtidaiyah, tahun 1413 H/1992 M tamat tsanawiyah, tahun 1416 H/1995 M tamat aliyah. Tahun 1417 H/1997 M hingga saat ini ia mulazamah (melazimi) pelajaran-pelajaran Al-Qur’an di Masjid Nabawi, Madinah.
Sedari kecil Ali Jaber telah menekuni membaca Al-Qur’an. Ayahandanyalah yang awalnya memotivasi Ali Jaber untuk belajar Al-Qur’an, karena dalam Al-Qur’an terdapat semua ilmu Allah SWT. Dalam mendidik agama, khususnya Al-Qur’an dan shalat, ayahnya sangat keras, bahkan tidak segan-segan memukul bila Ali Jaber kecil tidak menjalankan shalat. Ini implementasi dari hadis Nabi Muhammad SAW yang membolehkan memukul anak bila di usia tujuh tahun tidak melaksanakan shalat fardhu. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang religius.
Di Madinah ia memiliki masjid besar yang digunakan untuk syiar Islam. Sebagai anak pertama dari dua belas bersaudara, Ali Jaber dituntut untuk meneruskan perjuangan ayahnya dalam syiar Islam. Meski pada awalnya apa yang ia jalani adalah keinginan sang ayah, lama-kelamaan ia menyadari itu sebagai kebutuhannya sendiri. Tidak mengherankan, di usianya yang masih terbilang belia, sebelas tahun, ia telah hafal 30 juz Al-Qur’an.
Sejak itu pula Syaikh Ali memulai berdakwah mengajarkan ayat-ayat Allah SWT di masjid tersebut, kemudian belanjut ke masjid lainnya. Selama di Madinah, ia juga aktif sebagai guru tahfizh Al-Qur’an di Masjid Nabawi dan menjadi imam shalat di salah satu masjid kota Madinah.
Tahun 2008, ia melebarkan sayap dakwahnya hingga ke Indonesia. Kebetulan ia menikahi seorang gadis shalihah asli Lombok, Indonesia, bernama Umi Nadia, yang lama tinggal di Madinah. Pada tahun yang sama, ia melaksanakan shalat Maghrib di masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat. Selepas shalat ada salah seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam shalat Tarawih di masjid Sunda Kelapa, karena saat itu hampir mendekati bulan Ramadhan.
Sejak itulah ia terus mendapat kepercayaan masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia. Demi menunjang komunikasinya dalam berdakwah, ia pun mulai belajar bahasa Indonesia.
Tahun 1410 H/1989 M, ia tamat ibtidaiyah, tahun 1413 H/1992 M tamat tsanawiyah, tahun 1416 H/1995 M tamat aliyah. Tahun 1417 H/1997 M hingga saat ini ia mulazamah (melazimi) pelajaran-pelajaran Al-Qur’an di Masjid Nabawi, Madinah.
Sedari kecil Ali Jaber telah menekuni membaca Al-Qur’an. Ayahandanyalah yang awalnya memotivasi Ali Jaber untuk belajar Al-Qur’an, karena dalam Al-Qur’an terdapat semua ilmu Allah SWT. Dalam mendidik agama, khususnya Al-Qur’an dan shalat, ayahnya sangat keras, bahkan tidak segan-segan memukul bila Ali Jaber kecil tidak menjalankan shalat. Ini implementasi dari hadis Nabi Muhammad SAW yang membolehkan memukul anak bila di usia tujuh tahun tidak melaksanakan shalat fardhu. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang religius.
Di Madinah ia memiliki masjid besar yang digunakan untuk syiar Islam. Sebagai anak pertama dari dua belas bersaudara, Ali Jaber dituntut untuk meneruskan perjuangan ayahnya dalam syiar Islam. Meski pada awalnya apa yang ia jalani adalah keinginan sang ayah, lama-kelamaan ia menyadari itu sebagai kebutuhannya sendiri. Tidak mengherankan, di usianya yang masih terbilang belia, sebelas tahun, ia telah hafal 30 juz Al-Qur’an.
Sejak itu pula Syaikh Ali memulai berdakwah mengajarkan ayat-ayat Allah SWT di masjid tersebut, kemudian belanjut ke masjid lainnya. Selama di Madinah, ia juga aktif sebagai guru tahfizh Al-Qur’an di Masjid Nabawi dan menjadi imam shalat di salah satu masjid kota Madinah.
Tahun 2008, ia melebarkan sayap dakwahnya hingga ke Indonesia. Kebetulan ia menikahi seorang gadis shalihah asli Lombok, Indonesia, bernama Umi Nadia, yang lama tinggal di Madinah. Pada tahun yang sama, ia melaksanakan shalat Maghrib di masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat. Selepas shalat ada salah seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam shalat Tarawih di masjid Sunda Kelapa, karena saat itu hampir mendekati bulan Ramadhan.
Sejak itulah ia terus mendapat kepercayaan masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia. Demi menunjang komunikasinya dalam berdakwah, ia pun mulai belajar bahasa Indonesia.
Oleh : Ibnu Manshur
Sumber : Majalah Al Kisah (Profile Syekh Ali Jaber)
Post Comment
0 komentar:
Post a Comment